Breaking News
Loading...
26 Feb 2015

Hukuman Mati Dalam Islam

Kamis, Februari 26, 2015


Informasi Tamfan - Hukuman bagi siapa saja yang melanggar aturan dalam hukum Islam bersifat tegas dan adil untuk semua pihak. Hal itu menjadi wajar karena hukum Islam bersumber kepada Al-Qur’an sedangkan Al-Qur’an mengklaim dirinya sebagai wahyu Allah yang tidak pernah salah (maha benar Allah dengan segala firman-Nya) sebagaimana Qur’an Surat 2 (Al-Baqoroh) ayat 147 “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. Selain itu Al-Qur’an memposisikan dirinya sebagai hakim yaitu pemutus perkara atas semua permasalahan yang ada di mukabumi ini dan menyelesaikan setiap perselisihan diantara manusia, sebagaimna dalam Qur’an Surat 36 (Yaasiin) ayat 2 “Demi Al-Qur’an sebagai Hakim”.


      Vonis yang dikeluarkan oleh Mahkamah Islam melalui hakim didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an, Hadist, dan hukum Islam yang sesuai dengan kedua sumber hukum yang utama tersebut. Maka vonis itu pada hakekatnya dari hadirat Allah SWT, yang prosesnya melalui hakim dengan seizin Allah, sebagaimana dalam Qur’an Surat 4 ayat 64 “Dan Kami tidak mengutus rosul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah, Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiyaya dirinya sendiri datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rosulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha penerima Taubat dan Maha Penyayang”.


      Ketika Muhamad SAW masih hidup, jabatan eksekutif, legislatip dan yudikatip masih dipegang oleh beliau, maka jika ada umat Islam yang melanggaran aturan Allah mereka datang kepada beliau selaku pemegang kekuasaan yudikatip, sebagaimana ayat di atas.


      Setelah mereka berada dihadapan beliau, maka proses peradilanpun berjalan untuk menentukan hukuman sesuai Al-Qur’an dan putusan itu menjadi yurispundensi bagi hukum Islam. Setelah zaman Muhamad SAW maka diangkatlah hakim untuk memutuskan perkara umat yang dilaksankan di Mahkamah Islam dan putusannya harus diterima sebagai putusan yang datangnya dari Allah SWT, sebagaimana dalam Qur’an Surat 4 ayat 65 “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.


      Orang yang menerima dan melaksanakan putusan hakim berupa hukuman badan atau putusan lainnya seperti denda bahkan hukuman mati maka dimata Allah adalah mulia karena si terhukum sebagai pelaksana hukum Islam yang bersumber pada Al-Qur’an. Jadi tidak ada kehinaan dan kerendahan martabat atas si terhukum walaupun perbuatannya sangat memalukan dan atau kejam sekalipun. Oleh karena itu manusia pun dilarang menghina atau merendahkan si terhukum.


      Salah satu dasar penyelesaian perselisihan diantara manusia dalam Islam adalah qishos yaitu hukuman yang setimpal dari perbutan manusia atas manusia yang lain. Sebagai contoh jika seseorang memukul maka hukumannya dipukul, bila seseorang merusak mata orang lain maka hukumannya mata si pelaku tersebut dirusak, bila seseorang membunuh maka dihukum bunuh demikian seterusnya. Sepintas memang kejam namun dibalik itu ada palajaran berharga bagi manusia, yaitu mendidik manusia supaya perbuatannya tidak semena-mena atas manusia yang lain. Manusia akan berpikir berulang kali untuk berbuat kejahatan atas manusia lain karena hukuman yang didapat sesuai dengan perbuatannya. Kalau tidak mau dipukul jangan memukul, kalau tidak mau matanya dirusak maka jangan merusak mata orang lain, kalau tidak mau di hukum bunuh maka jangan coba-coba membunuh. Jadi untuk hukum qishos ini bersifat preventif sehingga kejahatan bisa dicegah sebelum terjadi mengingat hukumannya setimpal.


      Sebelum putusan hakim dieksekusi maka korban atau keluarga korban mempunyai hak untuk mencabut atau membatalkan putusan hakim, karena korban atau keluarga korban memaafkan tindakan si terhukum dan biasanya si terhukum diganjar dengan denda atau pembatalan itu menjadi penebus dosa bagi si korban, sebagaimana dalam Qur’an Surat 5 (Al-Maidah) ayat 45 “Dan kami tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taura) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-lukapun ada qishosnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qishos) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. …”.


      Untuk kasus dengan putusan hukuman mati baik dirajam, digantung maupun dipancung, si terhukum sudah menyadari betul bahwa dia memang bersalah karena sebelum diadili oleh hakim, si terhukumlah yang datang untuk mendapat hukuman sesuai dengan hukum Islam. Oleh karena itu sungguh terhormat di mata manusia dengan langkah yang diambil si terhukum, yaitu mengakui kesalahannya untuk menjalani proses hukum. Langkah ini seharusnya menjadi contoh bagi siapa saja yang mempunyai kesalahan atau melanggar aturan untuk diadili sesuai hukum Islam. Sedangkan bagi Allah, status si terhukum adalah mulia, karena proses kematiannya saat melaksanakan hukum Islam maka jaminannya adalah surga.


      Apabila ada manusia yang melanggar aturan tidak mau mengakui kesalahaanya dan tidak mau datang untuk diadili sepanjang keadilan hukum Islam maka tidak ada proses hukum. Kecuali kesalhan dan pelanggarannya diketahui oleh orang lain sebagai saksi, kemudian saksi tersebut mengajukan gugatan atas kesalahan si pelaku maka akan terjadi proses hukum.


      Untuk menuduh seseorang berbuat salah atas pelanggaran berat atau sensitip biasanya harus dihadirkan empat saksi, seperti misalnya pembunuhan atau tuduhan terhadap seseorang yang berbuat zina.


      Apabila orang yang melanggar aturan luput dari hukuman sesuai hukum Islam maka orang tersebut dipastikan akan berhadapan dengan hukum Allah secara langsung baik ketika di dunia maupun di akhirat kelak. Selain itu akan dihantui oleh perasaan bersalah sepanjang hidupnya.

      Kesimpulan yang bisa diambil dari hukuman dalam Hukum Islam, terlebih hukuman mati yang pertama adalah adanya kepastian hukum, karena jenis hukumannya sudah diketahui sesuai apa yang dilanggar, yang kedua, si terhukum terhormat dan mulia karena kematiannya sedang melaksankan hukum Allah sehingga jaminannya surga. Sedangkan yang ketiga, mampu mencegah kejahatan karena hukumannya berat sehingga stabilitas keamanan dalam masyarakat terjaga. Yang keempat memenuhi rasa keadilan karena hukumannya setimpal dengan perbuatannya. Yang kelima mendukung perikemanusian dan menghapus perikejahatan dari muka bumi.















0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer